Tapi bukan malam sendu
bersampul lara
Dulu itu sekarang sama
Hanya pecahan luka
bertabur pembeda
Nelangsa itu tiba
beriringan legawa
Membawa pesona
pengganti tirani dalam jiwa
Saat angin mencengkeram
silih berganti
Di ujung jalan hitam,
aku tegak berdiri
Melenggangkan denting
abadi, tapi tak jadi
Sungguh ku nelangsa,
berharap gunung itu jadi mati
Tapi tak bisa karena
aku sendiri
Detak jantungmu itu
lagu lama yang lungsu
Langkah kakimu itu
untaian janji palsu
Kerdipan matamu itu
biasan angin lalu
Kau sadar aku siapa dan
bagaiman aku
Gelombang lara yang kau
lukis itu terpatri sangat olehmu
Walau kekosongan
nelangsa terganti oleh legawa,
Aku sadar keabadaianku
tetap menunggu